Ikhwan, separuh jiwamu telah menanti

Siapa yang tak kenal hadits berikut:

“Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka segeralah menikah. Karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” (HR. Bukhari).

Banyak yang sudah bekerja dan gaji tinggal menunggu tiap bulan, yang penguasaha tinggal menghitung tiap hari, Apa lagi yang ditunggu. Kasihanilah mereka, Yang dalam tiap sepertiga malamnya memohon dengan sangat, menetes dari sudut bola matanya dan berdoa:

“Ya rabb, beri aku tanda jika ia adalah jodohku
tunjukkan segera siapa yang pantas untukku
aku sudah siap untuk ia9ikhwan) yang akan melabuhkan cintanya….”

Terlalu lama tertahan dengan angan-angan, ketahuilah bahwa itu adalah godaan setan. Tidakkah engkau ketahui kutamaan dan keindahannya. Menikah bukan sekedar menjadi halalnya farji seorang wanita, menikah bukan sekedar berlabuhnya cinta yang kau punya, bahkan segala halnya berpeluang mendatangkan pahala.

Ibnu Katsir meriwayatkan satu hadits dari Anas bin malik dalam tafsirnya,”ada satu amalan yang tidak diniatkan tapi mendapatkan pahala, yakni memberi mencari nafkah untuk keluarganya dan memberi makan kuda yang dipakai untuk berjihad di jalan Allah. Subahanallah, apa yang membuatmu tertahan untuk menikah?…

Sudah siap wanita yang seperti Asma’ binti abu Bakar, yang rela dengan kemiskinannya berbakti kepada suami, sudah siap wanita yang seperti Khadijah binti Khuwalid yang dengan hartanya mendukung dakwah rasul, apakah engkau mendamba wanita yang seperti Fatimah binti Muhammad yang siap membuat adonan roti demi mengobati rasa lapar Ali bin Abu Thalib, mau yang mana yang engkau pilih wahai ikhwan?…

Ditunggu, seorang ikhwan yang siap mental, diuji keberanianya untuk mengkhitbah bidadari-bidadari yang siap melayani. Kapan lagi…

Menempa kedewasaan dengan menikah

Sebuah tulisan yang sempat tertunda, akhiranya selesai juga …

Menikah, dengannya telah nyata bukti cintanya tulus atau terpaksa, bagaiakan air yang telah benar-benar mendidih di dalam pancinya setelah lama dipanaskan dengan panas api yang sempurna, telah nyata emas kemurnianya setelah disepuh dengan api yang telah sempurna panasnya dan, telah sempurna manisnya buah durian yang terjatuh dari tangkainya setelah lama dimaksak di setiap dahannya. Tidak ada lagi kesamaran setelah menikah. Kekurangan dan kelebihan telah nampak nyata disetiap detik masa yang terlalui bersama, setiap desahan nafasnya, telah nyata di setiap lekuk anggota tubuhnya dengan kekurangan dan kelebihannya.

Mereka yang sudah merasa berat untuk berkata ‘istriku, aku sungguh mencintaimu”, ketika telah banyak anak yang dimilikinya laksana mawar–mawar sebagi lambang kedamaian dalam bahtera rumah tangganya. Tuntutan kesetiaannya mulai teruji di saat istri tak lagi mampu bersolek dengan make upnya yang sesuai dengan warna kulitnya, tatanan rambutnya yang sesuai dengan bentuk kepalanya, cara berpakaian yang sesuai dengan kondisisnya. Sanggupkah kita untuk ikhlas dengan setulus-tulusnya “aku akan tetap setia untukmu”. Suami yang tak lagi kokoh langkahnya, kekar dadanya, serta tak lagi setampan ketika pertama kali membuatnya terpesona. Subahanallah.

Sejarah yang dicatat dalam kitab-kitab para ulama bagaiamana naik turunnya bahtera rumah tangga diterpa badai. Tidak terkecuali rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam habibul mustafa,. Beliau pernah berniat menceraikan istrinya, beliau pernah bertengkar dengan istrinya dan beliau pernah mendiamkan salah satu istrinya yang karenanya al qur’an turun menyelesaiakan parmasalahan yang dihadapainya. Lihatlah diri kita, umat yang jauh dari sebuah generasi di mana wahyu terus turun memberi pemecahan di setiap permaslahan yang ada ketika itu.

Umar bin khattab, salah satu khalifah yang tegas, tapi ketegasannya tidak berarti ap-apa ketika menghadapi sifat istrinya. Ali bin abi thalib, salah satu sahabat pilihan yang pemalu, mendapat gelar abu turab lantaran tidur di lantai masjid sebab perselisihannya dengan Fatimah ummul mukminin. Begitu juga rasulullah, yang melaluinya syariat Islam tersampaiakan, istrinya pernah pulang kembali ke ayahnya lantaran kemarahannya kepada beliau. Sungguh satu hal yang sangat mungkin bagi umatnya(bmuhammad shalallahu ‘alaihi wasallam) berselisih dengan istri-istrinya.

Wahai keluarga muda, apa kata Islam tentang keluarga muslim, bukan berarti bebas dari masalah akan tetapi bagaimana ia bisa memecahkan masalah dengan bijak tanpa ada yang dirugikan dan terdzalimi. Bukan kata terakhir di setiap perselisishannya dengan kata ‘cerai”. Wanita tercipata dari tulang rusuk yang bengkok yang ditakdirkan untuk laki-laki. Wanita adalah mahkhluk Allah yang menkajubkan yang mampu mengalahkan laki-laki yang tegas. haruskah haruskan seorang laki-laki tunduk begitu saja mengahdapi kedurhakannya, yang dicari adalah bagaimana seorang suami mampu mengantarkan kebahagiaan di dunia dan akhiratnya dari tulang rusk yang bengkok itu. Teantangan besar memang…

Untuk sebuah kebahagiaan, dituntut bagi suami istri mampu mengolah perselisihan menjadi ramuan cinta baru yang dengannya kenikmatan rasanya bertambah sempurna, sebagamana sempurnanya benang dengan sutranya. Meramu cinta adalah sebuah kepandaian bagia suami istri yang ingin memuluskan bahtera rumah tangganya untuk berlayar menuju samudra luas. Dengannya cinta mampu senantiasa memberi kekuata baru tak terkecuali adalah mampu maenempa kedewasaan yanjadi matang, sebagaimana sempurnanya mawar ynag mekar di sinari cahaya mentari pagi, begitu sempurna keindahannya.

Kedewasaan muncul bukan tanpa ujian,, selalulah hadapi setiap permasalahan dengan menggali setiap pemecahannya. Tidak melulu menambah tajamnya perselisihan yang dengannya perceraian yang berujung pada penyesalan. Seorang istri memahami bahwa tabiat suaminya ingin ditaati, seorang suami memahami, bahwa tabiat istri ingin dicintai. kenapa tidak sama-sama berhenti sejenak ketika pertengkaran memanas. Jangan sampai ada satu cerita menyedihkan, bahwa seorang istri bercerita” aku seorang istri yang siudah memiliki enam anak, tapi saat ini yang muncul dipikiranku adalh meninggalkan mereka. Aku tidak lagi mendengar kelembutan tutur kata dari suamiku, kekasarna suamiku yang dengannya aku tidak lagi bersandar di dada bidangnya. Aku tidak lagi dibuai oleh pelukan hangatnya yang membuatnya aku merasakan kedamaian. aku ingin sekali bercerai, tapi…..”

Sebuah cerita menarik, ada seorang istri mengeluahkan uang balanja yang mulai kurang karena naiknya harga-harga sembako. maka seorang suami membuat catatan kecil yang isi tulisannya adalah”perbaikilah tempat ini, kelak engkau akan cukup”, kemudian secarik kertas diletakkannya di dapur. Setelah catatn itu dibaca oleh sang istri, maka sang sitripun tidak mau kalah dan ia membuat catatn di secarik kertas juga, yang isinya adalha” perbaikilah tempat ini”, kemudian sang istri meletakkan catatan kecilnya di kasur, ternyata suaminyapun membacanya. Kiranya demiian adalh satu keterus terangan yang tersembunyi. kenapa kita tidak bisa bermusyawarah, bagaimana memecahan masalah di setiap perselisihan yang dihadapinya.

Dituntut, kepandaoian dari suami seni merayu istri dan kelincahan seorang istri yang dengannya seorang suami bagaiakna bayi besar, muka merah karena marah menjadi merah karena malu, subahanallah. Di manakah kepandaian itu? jangan biarakan suami merasa puas melihat kecantikan wanita-wanita yang terlihat oleh suami di tepian jalan, terpampang di majalah-majalh, berperan di sinetron-sinertron. Jangan sampai seorang suami mendengar dari telingany ucapan istri” suamiku, engkau adalah orang yang tidak asing lagi bagiku”, la khaula wala quwwata illa billah…”

Diceritakan dalam sebuah hadits yang shahih, riwayat nasi, suatu hari Safiyyah radiyallahu ‘anha mendapat giliran safar bersama rasulullah. Beliau radiyallahu ‘anha diberikan sebuah onta, Keingin dari Safiyyah adalah agar beliau bisa bercengkerama dengan rasulullah habibul mustafa. Akan tetapi malang bagi dirinya unta yang ditumpanginya tertinggal. Akhirnya sesampainya di tujuan, Shafiyahpun berkata kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam “wahai rasulullah, engkau berikan aku unta yang lambat?”, kemudian Shafiyahpun menangis dan kemudian pula Rasulullah menyeka air matanya dan setelah itu mendiamkan. Akan tetapi di tunggunya Safiyyah ternyata tidak juga berjhenti dari tangisannya karena kecewa tidak bisa bercengkerama dengan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya beliau tinggal Shafiyyah yang sedang menangis. Subahanallah. Telah shahih cerita-cerita indah bagaimana perlakuan =Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika bergaul dengan istri0istrinya.

Wahai generasi muda yang baru melangkah menapaki kaki menuju bejtera rumah tangga, belajarlah dari kisah-kisah indah bagia mana Rasulullah memecahkan masalh rumah tangga, biasakanlah membaca hadits0hadits, yang dengannya terkumpul dalam diri kita ilmu yang menjadikan kokoh cinta kita..Jangan belajar dari cintanya Kahlil gibran,, jangan belajar dari cerita cinta yang ada di senotron-sinetron dan jangan belajar dari cinta yang ada di novel-novel orang-orang yang telah dirasuki oleh saithan.

Belajar menjadi dewasa? menikahlah…

Tunggu berikutnya”nasihat emas bagi para istri yang dirindu para suami” dan “memupuk kerinduan ketika cinta terasa bosan”insyaAllah…

Menepa kedewasaan dengan menikah

Sebuah tulisan yang sempat tertunda, akhiranya selesai juga …

Menikah, dengannya telah nyata bukti cintanya tulus atau terpaksa, bagaiakan air yang telah benar-benar mendidih di dalam pancinya setelah lama dipanaskan dengan panas api yang sempurna, telah nyata emas kemurnianya setelah disepuh dengan api yang telah sempurna panasnya dan, telah sempurna manisnya buah durian yang terjatuh dari tangkainya setelah lama dimaksak di setiap dahannya. Tidak ada lagi kesamaran setelah menikah. Kekurangan dan kelebihan telah nampak nyata disetiap detik masa yang terlalui bersama, setiap desahan nafasnya, telah nyata di setiap lekuk anggota tubuhnya dengan kekurangan dan kelebihannya.

Mereka yang sudah merasa berat untuk berkata ‘istriku, aku sungguh mencintaimu”, ketika telah banyak anak yang dimilikinya laksana mawar–mawar sebagi lambang kedamaian dalam bahtera rumah tangganya. Tuntutan kesetiaannya mulai teruji di saat istri tak lagi mampu bersolek dengan make upnya yang sesuai dengan warna kulitnya, tatanan rambutnya yang sesuai dengan bentuk kepalanya, cara berpakaian yang sesuai dengan kondisisnya. Sanggupkah kita untuk ikhlas dengan setulus-tulusnya “aku akan tetap setia untukmu”. Suami yang tak lagi kokoh langkahnya, kekar dadanya, serta tak lagi setampan ketika pertama kali membuatnya terpesona. Subahanallah.

Sejarah yang dicatat dalam kitab-kitab para ulama bagaiamana naik turunnya bahtera rumah tangga diterpa badai. Tidak terkecuali rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam habibul mustafa,. Beliau pernah berniat menceraikan istrinya, beliau pernah bertengkar dengan istrinya dan beliau pernah mendiamkan salah satu istrinya yang karenanya al qur’an turun menyelesaiakan parmasalahan yang dihadapainya. Lihatlah diri kita, umat yang jauh dari sebuah generasi di mana wahyu terus turun memberi pemecahan di setiap permaslahan yang ada ketika itu.

Umar bin khattab, salah satu khalifah yang tegas, tapi ketegasannya tidak berarti ap-apa ketika menghadapi sifat istrinya. Ali bin abi thalib, salah satu sahabat pilihan yang pemalu, mendapat gelar abu turab lantaran tidur di lantai masjid sebab perselisihannya dengan Fatimah ummul mukminin. Begitu juga rasulullah, yang melaluinya syariat Islam tersampaiakan, istrinya pernah pulang kembali ke ayahnya lantaran kemarahannya kepada beliau. Sungguh satu hal yang sangat mungkin bagi umatnya(bmuhammad shalallahu ‘alaihi wasallam) berselisih dengan istri-istrinya.

Wahai keluarga muda, apa kata Islam tentang keluarga muslim, bukan berarti bebas dari masalah akan tetapi bagaimana ia bisa memecahkan masalah dengan bijak tanpa ada yang dirugikan dan terdzalimi. Bukan kata terakhir di setiap perselisishannya dengan kata ‘cerai”. Wanita tercipata dari tulang rusuk yang bengkok yang ditakdirkan untuk laki-laki. Wanita adalah mahkhluk Allah yang menkajubkan yang mampu mengalahkan laki-laki yang tegas. haruskah haruskan seorang laki-laki tunduk begitu saja mengahdapi kedurhakannya, yang dicari adalah bagaimana seorang suami mampu mengantarkan kebahagiaan di dunia dan akhiratnya dari tulang rusk yang bengkok itu. Teantangan besar memang…

Untuk sebuah kebahagiaan, dituntut bagi suami istri mampu mengolah perselisihan menjadi ramuan cinta baru yang dengannya kenikmatan rasanya bertambah sempurna, sebagamana sempurnanya benang dengan sutranya. Meramu cinta adalah sebuah kepandaian bagia suami istri yang ingin memuluskan bahtera rumah tangganya untuk berlayar menuju samudra luas. Dengannya cinta mampu senantiasa memberi kekuata baru tak terkecuali adalah mampu maenempa kedewasaan yanjadi matang, sebagaimana sempurnanya mawar ynag mekar di sinari cahaya mentari pagi, begitu sempurna keindahannya.

Kedewasaan muncul bukan tanpa ujian,, selalulah hadapi setiap permasalahan dengan menggali setiap pemecahannya. Tidak melulu menambah tajamnya perselisihan yang dengannya perceraian yang berujung pada penyesalan. Seorang istri memahami bahwa tabiat suaminya ingin ditaati, seorang suami memahami, bahwa tabiat istri ingin dicintai. kenapa tidak sama-sama berhenti sejenak ketika pertengkaran memanas. Jangan sampai ada satu cerita menyedihkan, bahwa seorang istri bercerita” aku seorang istri yang siudah memiliki enam anak, tapi saat ini yang muncul dipikiranku adalh meninggalkan mereka. Aku tidak lagi mendengar kelembutan tutur kata dari suamiku, kekasarna suamiku yang dengannya aku tidak lagi bersandar di dada bidangnya. Aku tidak lagi dibuai oleh pelukan hangatnya yang membuatnya aku merasakan kedamaian. aku ingin sekali bercerai, tapi…..”

Sebuah cerita menarik, ada seorang istri mengeluahkan uang balanja yang mulai kurang karena naiknya harga-harga sembako. maka seorang suami membuat catatan kecil yang isi tulisannya adalah”perbaikilah tempat ini, kelak engkau akan cukup”, kemudian secarik kertas diletakkannya di dapur. Setelah catatn itu dibaca oleh sang istri, maka sang sitripun tidak mau kalah dan ia membuat catatn di secarik kertas juga, yang isinya adalha” perbaikilah tempat ini”, kemudian sang istri meletakkan catatan kecilnya di kasur, ternyata suaminyapun membacanya. Kiranya demiian adalh satu keterus terangan yang tersembunyi. kenapa kita tidak bisa bermusyawarah, bagaimana memecahan masalah di setiap perselisihan yang dihadapinya.

Dituntut, kepandaoian dari suami seni merayu istri dan kelincahan seorang istri yang dengannya seorang suami bagaiakna bayi besar, muka merah karena marah menjadi merah karena malu, subahanallah. Di manakah kepandaian itu? jangan biarakan suami merasa puas melihat kecantikan wanita-wanita yang terlihat oleh suami di tepian jalan, terpampang di majalah-majalh, berperan di sinetron-sinertron. Jangan sampai seorang suami mendengar dari telingany ucapan istri” suamiku, engkau adalah orang yang tidak asing lagi bagiku”, la khaula wala quwwata illa billah…”

Diceritakan dalam sebuah hadits yang shahih, riwayat nasi, suatu hari Safiyyah radiyallahu ‘anha mendapat giliran safar bersama rasulullah. Beliau radiyallahu ‘anha diberikan sebuah onta, Keingin dari Safiyyah adalah agar beliau bisa bercengkerama dengan rasulullah habibul mustafa. Akan tetapi malang bagi dirinya unta yang ditumpanginya tertinggal. Akhirnya sesampainya di tujuan, Shafiyahpun berkata kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam “wahai rasulullah, engkau berikan aku unta yang lambat?”, kemudian Shafiyahpun menangis dan kemudian pula Rasulullah menyeka air matanya dan setelah itu mendiamkan. Akan tetapi di tunggunya Safiyyah ternyata tidak juga berjhenti dari tangisannya karena kecewa tidak bisa bercengkerama dengan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya beliau tinggal Shafiyyah yang sedang menangis. Subahanallah. Telah shahih cerita-cerita indah bagaimana perlakuan =Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika bergaul dengan istri0istrinya.

Wahai generasi muda yang baru melangkah menapaki kaki menuju bejtera rumah tangga, belajarlah dari kisah-kisah indah bagia mana Rasulullah memecahkan masalh rumah tangga, biasakanlah membaca hadits0hadits, yang dengannya terkumpul dalam diri kita ilmu yang menjadikan kokoh cinta kita..Jangan belajar dari cintanya Kahlil gibran,, jangan belajar dari cerita cinta yang ada di senotron-sinetron dan jangan belajar dari cinta yang ada di novel-novel orang-orang yang telah dirasuki oleh saithan.

Belajar menjadi dewasa? menikahlah…

Tunggu berikutnya”nasihat emas bagi para istri yang dirindu para suami” dan “memupuk kerinduan ketika cinta terasa bosan”insyaAllah…

MEMBACA AL-FATIHAH DI BELAKANG IMAM [SHALAT JAHRIYAH]

MEMBACA AL-FATIHAH DI BELAKANG IMAM [SHALAT JAHRIYAH]

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashidruddin Al-Albani ditanya : Anda menyebutkan dalam kitab Shalat Nabi, dari hadits Abu Hurairah, tentang di nasahkkannya (dihapuskannya) bacaan Al-Fatihah dibelakang Imam yang sedang shalat jahar. Kemudian anda mengeluarkan hadits ini, dan anda sebutkan bahwa hadits tersebut mempunyai penguat dan hadits Umar. Akan tetapi dalam kitab Al-‘Itibar Fi An-Nasikh wa Al-Mansukh yang dikarang oleh Al-Hazimii disebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh seorang yang tidak dikenal (majhul), dimana tidak ada yang meriwayatkan dari si majhul ini kecuali hadits tersebut, dan seandainya hadits ini tsabit, yang berisi larangan untuk membaca Al-Fatihah di belakang imam yang sedang membaca ayat, maka bagaimana pendapat anda tentang perkataan Al-Hazimi ?

Jawaban
Ini adalah perkara yang diperselisihkan oleh para ulama dengan perselisihan yang banyak. Dan perkataan Al-Hazimi ini mewakili para ulama yang berpendapat wajibnya membaca Al-Ftihah di belakang imam yang menjaharkan bacaannya.

Di dalam perkataannya ada dua sisi ; yang pertama, dari sisi hadits, yang kedua dari sisi fiqih

Adapun dari sisi hadits, ialah tuduhan cacat terhadap ke shahihan hadits tersebut dengan anggapan bahwa di dalam hadits tersebut terdapat seorang yang majhul (tidak dikenal). Akan tetapi kemajhulan yang di maksud ternyata adalah seorang perawi yang riwayatnya diterima oleh Imam Az-Zuhri. Tentang perawi ini, memang terdapat banyak komentar mengenai dirinya, akan tetapi mereka menganggap tsiqah (terpercaya), disebabkan pentsiqohan Imam Az-Zuhri, bahkan beliau telah meriwayatkan hadits darinya.

Dan hadits ini ternyata mempunyai penguat-penguat lain yang mewajibkan kita untuk menguatkan pendapat para ulama yang tidak membolehkan membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca dengan jahar.

Yang paling pokok dalam hal ini, adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan jika dibacakan Al-Qur’an maka perhatikanlah, dan diamlah, agar kalian mendapat rakhmat” [Al-A’raaf : 204]

Pendapat seperti ini merupakan pendapat Imam Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyah dan lain-lain. Setelah mengkompromikan semua dalil yang ada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa makmum wajib diam ketika imam menjaharkan bacaan, dan (makmum) wajib membaca ketika imam membaca perlahan.

Masalah sepelik ini tidak boleh disimpulkan hanya berdasarkan satu dua hadits saja. Tapi harus dilihat dari semua hadits yang berkaitan dengan masalah ini.

Maka seandainya kita berpendapat wajibnya membaca Al-Fatihah dii belakang imam ketika jahar, ini jelas-jelas bertentangan dengan berbagaii masalah dan dalil, dimana tidak mungkin bagi kita menentang dalil-dalill tersebut.

Dalil yang pertama kali kita tentang adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’âla : “Dan jika dibacakan Al-Qur’an maka perhatikanlah dan diamlah”, darii perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Bahwasanya dijadikan imam itu untuk diikuti, jika ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan jika ia membaca, maka diamlah”

Termasuk juga satu pertanyaan bahwa jika seorang (makmum) mendapati imam dalah keadaan rukuk, maka ia telah mendapat satu rakaat, padahal dia ini belum membaca Al-Fatihah. Oleh karena itu hadits.

“Artinya : Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah”

Dan hadits-hadits lain yang semakna adalah merupakan dalil khusus, bukan dalil secara umum. Dan satu hadits (dalil) jika telah bersifat khusus, maka keumumannya menjadi lemah, dan iapun siap dimasuki pengkhususan yang lain, atau dimasuki oleh dalil yang lebih kuat tingkat keumumannya dari hadits tadi.

Maka disini, hadits : “Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”. Menurut kami menjadi hadits umum yang terkhususkan, dan pada saat itu juga hadits-hadits lain yang mengandung arti umum tentang wajibnya diam dibelakang imam dalam shalat jahar menjadi lebih kuat (tingkat keumumannya) dari hadits di atas.

Adapun hadits Al-Alaa”.

“Artinya : Barangsiapa yang tidak membaca Al-Fatihah maka shalatnya tidak sempurna”.

Maka hadits ini tidak marfu [1] kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi ia merupakan pendapat Abu Hurairah, ketika ia menjawab dengan jawaban.

“Artinya : Bacalah dalam hatimu”

Dan kalimat : “Bacalah dalam hatimu” tidak bisa kita artikan membaca sebagaimana lazimnya, yaitu membaca dengan memperdengarkan untuk dirinya, dengan mengeluarkan huruf-huruf dari makhraj-makhraj (tempat-tempaty) huruf.

Dan kalaupun kita dianggap bahwa maksudnya adalah membaca dalam hatii sebagaimana bacaan imam dalam shalat sirriyah atau bacaan ketika shalat sendiri. Maka pendapat seperti ini yang merupakan pendapat Abu Hurairah, bertentangan dengan pendapat sebagian besar shahabat, dimana mereka telah berselisih pendapat masalah ini.

Perselisihan ini bukan hanya terjadi setelah zaman para shahabat, tapii perselisihan ini justru dimulai dari zaman mereka. Pendapat Abu Hurairah inii harus dihadapkan dengan seluruh dalil yang terdapat dalam masalah ini, tidak boleh hanya berdalil dengan pendapat beliau saja, karena bertentangan dengan sebagian atsar para shahabat yang justru melarang membaca Al-Fatihah di belakang imam yang shalat jahar.

Adapun hadits.

“Artinya : Janganlah kalian membaca di belakang imam kecuali dengan Al-Fatihahâh”.

Kami berpendapat bahwa pengecualian ini ia merupakan suatu tahapan, darii tahapan-tahapan syari’at.

Barangsiapa yang hanya berdalil dengan hadits ini, maka terdapat perkara-perkara yang harus dia ketahui bagaimana ia bersikap terhadap hadits-hadits tersebut. Diantaranya ialah perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah kalian membaca”, adalah suatu larangan. Dan perkataan beliau : “Melainkan Al-Fatihahâh” adalah pengecualian dari larangan tersebut. Apakah ini secara bahasa pengecualian ini menjelaskan adanya kewajiban yang dikecualikan (dalam hal membaca Al-Fatihah), atau hanya sekedar bolehnya ? Masalah ini harus diteliti lebih dalam lagi. Pendapat yang kuat, bahwa boleh membaca Al-Fatihah, bukan wajib.

Disamping itu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri adalah bahwa orang yang mendapatkan ruku’nya imam berarti ia mendapatkan rakaat tersebut.

Bagaimanapun juga, dalam masalah ini kami mempunyai suatu pendapat, yang memperkuat pendapat jumhur, dan pendapat ini sama dengan pendapat Imam Malik dan Ahmad. Dan Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat yang paling adil. Dan dalam hal ini kami tidak ta’ashub (fanatik).

[Disalin dari buku Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani Hafidzzhullah, Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]
_________
Foote Note
[1]. Hadist Marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,-pent

al manhaj.or.id

Dengarkanlah istriku

Alloh subhanahu wata’ala yang senantiasa membagi-bagi ni’matnya kepada hamba_Nya yang beriman, patutlah seorang muslim agar bersyukur atas itu.

Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam, penghulunya para nabi, senantiasa sholawat serta salam tercurah untuk beliau.

Teringat sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Abu dawud, rasululloh sholalohu ‘alaihi wasallam bersabda”berterim kasihlah kepada apa yang ada di bumi, kelak yang ada di atas langit(Alloh subhanahu wata’ala) mengasihimu”.(di shahihkan oleh syaikh Albany).

Karenanya kali ini sebuah tulisan aku persembahkan sebagai bentuk terima kasihku kepada istriku tercinta, yang rela menjadikan belahan hatinya, untuk di persembahkan buatkuku. Dan dengan kehendak Alloh, akupun menjadi sumainya. Semoga keridhoan dan keberkahan menaungi apa yang menjadi cita-citamu dan keikhlasannmu.

Sungguh masih sering di buat tak percaya oleh perasanku sendiri, bahwa orang yang menemaniku adalah seorang wanita yang lemah lembut, cantik dan bijkasana menjadi bagian dari belahan jiwaku. Istri tercinta, yang semoga Alloh berkehandak atas apa yang menjadi pilihannya(istriku). Sungguh anugerah yang terindah yang kumiliki saat ini.

Untuk itu insyaAlloh aku senantiasa akan berusaha sebanyak yang aku mampu, agar dari banyak hal yang aku punya dapat membuat kedamain dai hati istriku tercinta. Karenanya, izinkanlah wahai istriku dan beri aku kesempatan untuk mempersembahkan yang terbaik untukmu dikau istriku.

Yang aku yakini saat ini, semoga Alloh berkehendak atas cintaku. Karena Rasul sholallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

“Sesungguhnya, jika Alloh mencintai seorang hamba, Ia memanggil Jibril dan berkata ‘Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan(nah), maka cintailah ia.’lalu Jibril mencintainya dan menyeru kepada penduduk langit, ‘sesungguhnya Alloh mencintai si Fulan(nah), maka cintailah ia.’ Maka mereka (penduduk langit) mencintainya. Kemudian, ia menjadi orang yang di terima di muka bumi(hadits Bukhari dan Muslim).

Subahanalloh, semoga Apa yang menjadi bagian dari hidupku”mencintai istriku” termasuk bagian dari orang yang di sebutkan dalam hadits di atas. Maka dari itu aku berdoa semoga Alloh ta’ala berkenan atas usahaku, mencintai istriku dengan ikhlas, sebenar-benarnya keikhlasan.

Dan aku berusaha mencintai istriku bukan sekedar pemanis belaka, bukan rayuan belakan atau bahkan sekedar bualan demi mendapatkan perhatian dan cinta dari istriku. Tidak, tidak demikian adanya. Aku mencintai istriku selalu berusaha menjalanakan apa yang menjadi bagian dari syariat Islam ini. Karena Alloh subahanahu wata’ala berfirman:

Artinya.”Pergaulilah mereka(istri)dengan baik(Ali Imran :134).

dan demikian juga sabda rasululloh sholallohu ‘alaihi wasallam, baliau bersabda:
“Bertakwalah engkau di manapun berada, Sertailah keburuan dengan kebaikan, nisacaya kebaikan itu akan menghapus keburukan. Dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik”.(Di riwayatkan Tirmidzi).

Maka dari itu, izinkanlah wahai istriku agar kesempatan yang aku miliki untuk selalu mencintai dan menyayangimu, sebagai mana satu hal yang di contohkan oleh rasululloh sholallohu ‘alaohi wasallam. Seperti yang terdapat pada hadits shahih berikut:

Beliau pernah bersabda:”laki-laki terbaik adalah, mereka yang paling baik kepada istrinya. Dan aku(kata rasul) adalah orang yang paling baik kepada istriku”.

Izinkanlah aku menjadi laki-laki terbaik di dunia ini, manjadi suami yang baik di matamu, selalu sabar dan dengan penuh keikhlasan dalam segala halnya mencintaimu, insyaAlloh…

Istriku,…jika kelembutan yang aku berikan kiranya belum memenuhi apa yang engkau inginkan, mohon di maklumi. Karena saat ini aku baru mulai belajar memahami apa yang menjadi bagian dari keinginanmu terhadap aku ini sebagai suamimu. Tapi semua itu yakinlah aku akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu, istriku. Karenanya pernah aku dengar sebuah hadits dari rasululloh sholallohu ‘alaihi wasalam bersabda:

“Seorang mukmin itu lembut dan di perlakukan dengan lembt oleh orang lain. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak lembut dan tidak diperlakukan dengan lembut oleh orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lainnya.”(Di riwayatkan Ad Darukutni dalam Al Afrad dan Ad Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtarah)[Di shahihkan olah Syaikh Al Bany dalam Al Jamius shaghir No. 6662].

Dan satu bagian dari yang menjadi apa yang aku usahakan adalah, semoga Aku dapat memberi manfaat bagi dirimu baik untuk duniamu dan untuk pula akhiratmu, insyaAlloh…

Akhirnya, izinkan aku pula untuk meneladani rasululloh sholallohu ‘alaihi wasaalam. Karena beliau bersabda:

“sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlaq”(Di riwayatkan oleh Imam Bukhari).

Dan Alloh ta’ala berfirman:

Artinya:”Sungguh telah ada pada diri Rasululloh itu contoh teladan yang baik bagi kalian”.(Al Ahzab: 21).

Terimakasih istriku…

Selasa, 12 Desember 2006

referensi:
Adab Bergaul, agar di cintai Alloh kemudian di cintai manusia
karya Ustadz Fariq bin Gasim Anuz
Pustaka Darul Haq

Istriku yang termmmuah!!!

cerah terlihat pagi nampakkan segar
di balut embun pagi yang mulai pudar

hembusan angin sejukkan raga
semerbak aromanya kian menggoda

hari ini…
tatapan lembut menghampiri

dengan anggunnya mulai menyapa
suamiku, mau minum apa?

tersenyumku di buatnya
damailah hati kini kurasa

aku yang tak kuasa menahannya
luapan bahagia yang tersimpan di dada

kini…
istriku melayaniku

engkau yang tersipu malu
saat ku ucap “i love You”

engkau yang bersandar di bahuku
sabarlah di atas janji kita dulu

merajut benang cinta
sampai kehndak Alloh dengan keputusan_Nya

Keinginan yang sirna

dulu yang ku mau
tapi itu yang ku tahu

dulu terasa haru
kini kunikmati kelabu

ada apa denganku
ketika terlihat mulai sayu

entah, akankah ini berlalu
seperti waktu dulu

masa yang ku tunggu
dan berlalunya sebuah waktu

hanyalah ada satu
dan akan selalu ku rindu

mengerti apa yang ku tuju
bahwa, sedianya kau untukku

itu yang ku mau
dengan sepenuh ikhlasmu

bukan soal aku ragu
akan yang kau tau

akan itu…
sebuah janjimu

akankah semu
dan seolah layu

itulah batinku
yang mulai sendu

termakan waktu
yang terus melaju

mangertilah akan daku
yang selalu mencintaimu

Manhajku

Semoga dalam diri kita tercermin hamba-hamba yang senantiasa bersyukur atas ni’mat-ni’mat-Nya. Sehingga di tambah pulalah apa yang telah kita syukurkan. Sehingga bertambah pulalah keberkahan atas apa yang kita perbuat baik ilmu dan amal kita sekalian. InsyaAlloh…

Dan semoga pula kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa bersholawat atas Nabi-Nya Muhammad bin Abdulloh, penghulunya para nabi dan penyempurna dienul Islam yang haq ini. Dan yang pasti sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada beliau atas apa yang telah di bebankannya risalah dienul Islam ini kepada Beliau, sehingga sampailah kepada kita sat ini, ni’matnya berIslam. Semoga kita ikhlas dalam mengamalkannya.

Saudariku, ikhwan dan akhwat sekalian yang senantiasa naungan rahmat serta keberkahan tercurah kepada kita sekalian. Mengapa saat ini berbicara “manhaj fitrah”. Telah beberapa saat yang lalu atau sekian waktu yang telah terlewati, sering kita dengar tentang sebuah istilah”manhaj salaf”atau nisbatnya dengan “manhaj salafy”.

Manhaj salafy pantas di katakan sebagai manhaj fitrah. Kenapa?, manhaj ini(salafy) berjalan di atas ilmu dan bashirah. Di dalamnya(aqidah dan amaliyyah)sesuai dengan bagai mana orang-orang terdahulu, yang telah mendahului kita dalamda’wah dienul Islam yang haq dan bagai mana mereka mengamalkannya, mendakwahkannya dan memperjuangkannya. Subahanlloh ‘ulama-ulama yang berjalan di atasnya “qaliilul kalaam wa katsiirull barakah”, sedikit bicaranya dan banyak barakahanya. Kenapa bisa terjadi?. Orang -orang yang bejalan di atasnya(manhaj salafy) terutama para ‘ulama adalah, dalam setiap aspek keislamannya mengedepankan dalil dan dalil. Tidak semata hawa nafsu dan tidak semata pula pandainya dalam berbicara. Subahanlloh…semoga Alloh mengasihinya.

Adalah manhaj ini(salafy) berda’wah, menyampaikan Islam ini, insyaAlloh murni atas apa yang pernah di sampaikan Rasul sholallohu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya da’wahkan. Da’wah at Tauhid. Membebaskan dari kesyirikan, khurafat dan bid’ah serta dari kesamaran. Tidaklah Rasul shalallohu ‘alaihi wasallam meninggalkan kita,melainkan telah sempurnalah dan tersampaiakanlah seluruh ajaran Islam ini tanpa satupun yang Beliau tinggalkan,”tanpa kecuali”. Alangkah malunya seharusnya kita ummat di akhir zaman ini, menisbatkan dirinya, mengakui dirinya dan membela Rasulnya. Namun secara bersamaan apa-apa yang bukan dari rasulnya atau bahkan bukan dari apa yang menjadi risalahnya kita bangga melakukannya, na’udzubillah!!! atas dasar apa pengakuannya itu…

Mari berlindung agar kita sekalian di beri kemudahan oleh Alloh tabaaraka wata’ala, supaya Islam ini dapat kita amalkan sesuai dangan apa yang Rasul sholallohu ‘alaihi wasallam ajarkan. Baik aqidah dan amaliyyahnya, tidak terkecuali. Maka, salah jika manhaj salafy adalah di katakan da’wah hizby, atau bagian dari firqah yang telah ada di negri kita ini. Da’wah salafy adalah da’wahnya para ahlul hadits, da’wahnya para ‘ulama’ dan da’wahnya ahli ‘ilmu. Karena da’wah ini semata-mata tujuannya adalah menjadikan diri-diri kita menjadi yang terbaik bagi Alloh jalla wa’ala. Tidak untuk kekuasaan, tidak untuk kemewahan atau tidak untuk sekedar kepuasan. Semoga kita sekalian ikhlas di dalamnya.

Mudah-mudahan, kita sekalian di beri kekuatan untuk mengakuinya, manhaj salafylah manhaj yang haq. Karena berjalan di atasnya ‘ilmu dan bashirah. Sehingga pantaslah para ‘ulama berkata.’Manhaj salafy adalah manhaj fitrah”.

Minggu, 03 Agustus 2006

*Teringat atas sebuah nasihat yang sangat menyentuh dari guru kami, Ustadz hakim bin Amir al Abdat. Yang semoga Alloh memberi keberkahan dan tambahan ‘ilmu kepada beliau.

Ikhlaslah

Semoga Alloh melapangkan dada-dada kita dalam mengkaji dien ini, dan semoga pula dengannya(ilmu syar’i) dapat mengantarkan kita sekalian menuju syurga-Nya yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, subahanlloh.

Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam patut kita sampaikan sholawat. Karena dengan apa yang Beliau risalahkan terbebaslah jiwa-jiwa kita dari kejahilan dalam aspek kehidupan kita.

Ikhlas, sederhana memang. Tapi jika kita mau memahami, mengamalkan dan menjadikannya tujuan dari seluruh aktifitas kita tentunya dalm hal ibadah adalh satu hal yang sangat esensial pastinya. salah satu bagian pula dari di terimanya syarat beramal sholah adalh ikhlas. Lantas sudahkah kita memahami apakah ikhlash itu?…

Dalam kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menyebutkan tempat-tempat persinggahan Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in diantaranya adalah ikhlas.

Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’an, (artinya):
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (Al-Bayyinah: 5)

Jadi hal apapun yang kita lakukan tentunya akan bernilai di sisi Alloh jika dalam diri kita menhujam keikhlasan yang begitu mendalam. Seseorang tidaklah di katakan berikhlas ketika dalam niatan atas apa yang hendak ia lakukan terlintas satu niatan yang tujuannya bukan menharap wajah Alloh, atau memiliki niatan karena Alloh namun secara bersamaan ia memiliki satu niatan yang dimana niatan niatan tersebut tidak sekdar mengaharapan wajah Alloh, namun ada satu harapan dari selain Ridho Alloh. Entah itu ingin di anggap orang yang berilmu, orang yang sholeh, orang yang tawdu’ dan masih banyak hal yang tentunya semua itu berkesempatan untuk beribadah tanpa di iringi keikhlasan.

Allah berfirman, (artinya):
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (An-Nisa’: 125)

Tujuan utama dari amalan dengan keikhlasan adalah hendaknya segal hal yang ia perbuat semata Alloh tujuannya, tidak menjadikannya selain-NYa. Alangkah sia-sianya jika amalan-amaln yang telah di perbuatnya dengan susah payah, emamkan waktu dan tenaga akan hilang begitu saja. Semua itu hanya karen amalan tersebut di boncengi dengan amalan yang dapat meleburkan keikhlasan yaitu riya.

“Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqan: 23).

Karenanya bersegera memperbaikai niat adalah langkah yang tepat, karena di dalamnya terdapa satu fadhilah yang tinggi jika di amalkannya.

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, (artinya):
“Tiga perkara, yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya: Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri dan mengikuti jama’ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah belakang mereka.” (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)

Sudahkah kita luruskan niat kita, sehingga dengannya bersihlah apa-apa yang menjadi amalan kita. Dan di terimanya amalan kita lantaran telah sempurna apa yang menjadi tujuan kita yaitu Alloh subahanahu wata’ala semeta. InsyaAlloh

Bukan cinta biasa

Cinta…………….
IKhwah semua, entah sampai kapan risalah cinta di utarakan. Yang pasti berbahagialah mereka yang mencinta dan di cinta, subahanlloh.

Bukan cinta biasa, pernahkan kita mengalaminya?
ketika cingta mulai bersemi, seakan waktu berlalu terasa indah bersamanya. Bergetar kala di sebut namanya, damai mana kala di sapanya. Tiada hal yang begitu indah saat-saat dimana cinta sudah tertanam di taman hati.

Ketika cinta di tunjukkan kepada orang yang tercinta, saatnya nanti mungkin kita akan kecewa, akan merana dan akan terluka. Semoga saja tidak demikian adanya terjadi pada diri kita nantinya. Maka alangkah baiknya jika cinta yang kita punya patut kita syukuri, hingga nantinya pula naungan rahmat dan kasih sayng Alloh subahanhu wta’ala terlimpah kepada kita sekalian.

Cinta siapa yang tak pernah merugi? Cinta siapa yang tak pernah berkurang? dan cinta saiapa yang abadi?…
singakat saja, Allohu rabbuna wata’ala. Cintanya bagi seluruh ummat, apalagi bagi mereka yang patuh dan taat akan syariat-syariatnya.

Inginkah kita mendapatkannya? Tentu…siapapun orangnya mu’min dan mu’minah pastilah mendambakannya. Janji Alloh yang tak pernah di ingkarinya, Alloh yang tak berkurang cintanya dan Alloh yang senantiasa menjaganya. Ragukah kita akan cinta-Nya?

Sungguh sayang bila Keagungan-Nya, kelembutan-NYa dan kemaha kasih-NYa tak sedikitpun menyentuh kita, menggerakkan hati kita, dan membangkitkan ghirah cinta dalam dada kita. Apa yang membuat kita jauh dari-NYa? sungguh mamalukan juga kiranya jika mengaku cinta Alloh tabaraka wata’ala masih saja menyimpang dari apa yang Ia serukan, na’udzubillahi mindzalik…

Hal terindah juga manakala kita bermanja-manja dengan orang yang kita cintai, tidakkah pula kita ingin bermanja-manja dengan Alloh? qiyamul lail jawabannya… Di saat manusia sedang terlelap, di saat manusia sedang terbuai dengan mimpi-mimpi indahnya, di saat manusia sedang bergulat dengan angan-angannya. Sungguh menkjubkan ketika lambung kita jauh dari hangatnya selimut, empuknya kasur dan apa lagi hangatnya pelukan Istri tercinta, namun ia sempatkan malam-malamnya untuk berkhlawat dengan Alloh rabbuna ‘aja wajalla. Di situlah kita mengadu dan merasai ni’matnya beribadah, nikmatanya bersua dengan rabbnya Tuhan yang pemilik segala cinta, subahanlloh. Semoga kita termasuk hamba-hamba yang merasai nikmatnya beribadah kepad-Nya.

Semoga malam-malam kita terhiasi dengan satu cinta, nikmatnya menghamba dan indahnya bermunajat. Sehingga mengalir pula darah-darah kita dengan satu cinta yang penuh dengan riadha-Nya. Semoga pula cinta-cinta yang kita punya akan di balas dengan cinta yang sepadan dangan apa yang kita punya. Entah Orang tua kita, saudara, sahabat kita dan bahkan tak kalah indahnya pula adalah cinta orang yang spesial mencintai kita. Tentunya siapa lagi kalo bukan bagian dari kehidupan kita, bagian dari mimpi kita dan bagian dari tulang rusuk kita(khusus ikhwan), dari, dari, dan dari…